PENJELASAN
Lahan gambut adalah bentang lahan yang tersusun oleh tanah hasil dekomposisi tidak sempurna dari vegetasi pepohonan yang tergenang air sehingga kondisinya anaerobik. Material organik tersebut terus menumpuk dalam waktu lama sehingga membentuk lapisan-lapisan dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Tanah jenis banyak dijumpai di daerah-daerah jenuh air seperti rawa, cekungan, atau daerah pantai.
Sebagian besar lahan gambut masih berupa hutan yang menjadi habitat tumbuhan dan satwa langka. Hutan gambut mempunyai kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah yang besar. Karbon tersimpan mulai dari permukaan hingga di dalam dalam tanah, mengingat kedalamannya bisa mencapai lebih dari 10 meter.
Tanah gambut memiliki kemampuan menyimpan air hingga 13 kali dari bobotnya. Oleh karena itu perannya sangat penting dalam hidrologi, seperti mengendalikan banjir saat musim penghujan dan mengeluarkan cadangan air saat kemarau panjang. Kerusakan yang terjadi pada lahan gambut bisa menyebabkan bencana bagi daerah sekitarnya.
PROSES TERBENTUKNYA LAHAN GAMBUT
Tanah gambut terdiri dari sisa-sisa pohon, rerumputan, lumut dan binatang yang telah mati baik yang sudah lapuk maupun belum. Tanah gambut biasanya terbentuk di lingkungan yang basah. Proses dekomposisi di tanah gambut terhambat karena kondisi anaerob yang menyebabkan sedikitnya jumlah organisme pengurai.
Lapisan-lapisan tanah gambut terbentuk dalam jangka waktu yang panjang yaitu sekitar 10.000-5.000 tahun yang lalu. Hutan gambut di Indonesia diduga terbentuk sejak 6.800-4.200 tahun. Semakin dalam tanah gambut semakin tua umurnya. Laju pembentukan tanah gambut berkisar 0-3 mm per tahun.2
Proses pembentukan gambut dimulai dari danau yang dangkal yang ditumbuhi tanaman air dan vegetasi lahan basah lainnya. Tumbuhan air yang mati kemudian melapuk dan membentuk lapisan organik di dasar danau. Lapisan demi lapisan terbentuk di atas tanah mineral di dasar danau, lama kelamaan danau menjadi penuh dan terbentuklah lapisan gambut. Lapisan gambut yang memenuhi danau tersebut disebut gambut topogen.
Tumbuhan masih bisa tumbuh dengan subur di atas tanah gambut topogen. Hasil pelapukan tumbuhan tersebut akan membentuk lapisan baru yang lebih tinggi dari permukaan air danau semula. Membentuk lapisan gambut yang cembung seperti kubah. Tanah gambut yang tumbuh di atas gambut topogen adalah gambut ombrogen. Jenis tanah gambut ini lebih rendah kesuburannya dibanding gambut topogen. Pembentukannya lebih ditentukan oleh air hujan yang mempunyai efek pencucian (bleaching) sehingga miskin mineral.
SEBARAN LAHAN GAMBUT
Secara teknis lahan gambut dikelompokan ke dalam jenis lahan basah. Setengah dari luas lahan basah di bumi ini berupa lahan gambut. Proporsinya mencapai 3% dari total daratan yang ada. Meski terbilang kecil, gambut menyimpan cadangan karbon dua kali lebih besar dari semua hutan yang ada. Lahan gambut bisa ditemukan di hampir semua negara, mulai dari iklim kutub, sub tropis hingga tropis.
Contoh hutan gambut yang luas ada di wilayah Rusia, Kanada dan Amerika Serikat. Selain itu terdapat juga lahan gambut tropis yang ada di Asia Tenggara. Lahan gambut tropis juga ditemukan dalam sekala lebih kecil di Amerika Latin, Afrika dan Karibia.
Asia Tenggara merupakan tempat lahan gambut tropis terluas, sekitar 60% gambut tropis atau sekitar 27 juta hektar terletak di kawasan ini. Lahan gambut di Asia Tenggara meliputi 12% total luas daratannya. Sekitar 83% masuk dalam wilayah Indonesia, yang sebagian besar tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua. Lahan gambut di Indonesia mempunyai ketebalan 1 hingga 12 meter, bahkan di tempat tertentu bisa mencapai 20 meter.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT
Kerusakan lahan gambut banyak terjadi karena aktivitas manusia, misalnya konversi hutan gambut menjadi lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan. Lahan gambut di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, mengalami laju kerusakan tertinggi. Kerusakan terbesar diakibatkan oleh konversi lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan pulp.
Kerusakan lahan gambut diawali dengan proses pembabatan hutan (land clearing). Proses selanjutnya adalah pengeringan lahan yang bertujuan untuk mengeluarkan air yang terkandung dalam tanah gambut. Caranya dengan membuat parit atau saluran drainase agar air mengalir keluar.
Proses pengeringan ini menyebabkan turunnya permukaan gambut. Sehingga pohon-pohon yang terdapat di permukaan tanah tidak bisa tegak dengan kuat karena akarnya menyembul. Banyak pohon yang roboh di atas gambut yang tidak sehat.
Pengeringan pada lahan gambut mempunyai karakteristik tidak dapat kembali (irreversible). Sekali air dikeluarkan, gambut akan kehilangan sebagian kemampuannya untuk menyimpan air. Di musim kemarau akan rawan kebakaran. Proses kebakaran hutan gambut merupakan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer dan memusnahkan keanekaragaman hayati hutan. Sebaliknya di musim hujan hutan tidak bisa menyerap air dengan baik yang menyebabkan bencana banjir.
Lahan gambut menyimpan 550 G ton karbon, jumlah ini setara dengan 75% karbon yang ada di atmosfir, dua kali jumlah karbon yang dikandung seluruh hutan non-gambut dan sama dengan jumlah karbon dari seluruh biomassa yang ada di bumi.4 Bahaya dari rusaknya gambut tidak hanya dirasakan secara lokal dan regional saja, melainkan berkontribusi pada bencana global perubahan iklim. Emisi karbon bisa terlepas saat konversi gambut, mulai dari pembabatan vegetasi, kebakaran hutan, hingga proses dekomposisi gambut akibat kegiatan pertanian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar